Perasaan terhilang boleh kita katakan adalah perasaan yang penuh dengan kebingungan, ketakutan, ketidakpastian, dan kekecewaan. Disaat anda selalu merasa gelisah, takut, paranoid, kuatir dan tidak pernah tenang – pernakah terfikirkan bahwa mungkin anda sedang terhilang?
Saya pernah terhilang. Tapi saya kembali ditemukan oleh kasih Tuhan.
Hari ini saya rindu untuk membagikan sharing mengenai Perumpamaan Tentang Anak Yang Hilang (Lukas 15 : 11 – 34) – Seringkali saat membaca perikop ini mata kita lebih tertuju pada cerita anak yang hilangnya tapi saya ingin mengajak kita untuk melihat sisi Kasih Bapa yang luar biasa dalam perikop ini.
Yesus berkata lagi : “Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. Kata yang bungsu kepada ayahnya : Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.” (LUK 15 : 11 – 12)
Kedua anak dari bapa ini kedua-duanya melambangkan diri kita seringkali sebagai anak Tuhan. Seringkali kita seperti si bungsu yang selalu menuntut apa yang menurut kita adalah hak kita secara instan bukan? Ketika sakit / ketika sedang bergumul dengan keuangan, kita seringkali marah dan berkata apa maunya Tuhan membuat kita sakit dan miskin! Seringkali kita meminta berkatNya tanpa memikirkan hatiNya dan seringkali juga kita minta berkat itu langsung terjadi! Seolah-olah Tuhan lah yang bersalah dan sengaja membawa kita ke lubang kekelaman.
Atau seringkali kita merasa kita tidak butuh Tuhan tapi tetap mau berkatNya, seperti si anak merasa dia tidak membutuhkan bapanya. Tapi toh dia menuntut untuk berkatnya?
Sadarkah bahwa kita sedang hidup dalam berkatnya Tuhan? kita bernafas, kita bisa bangun, itu semua adalah kita sedang menikmati berkatNya? Tapi berapa banyak dari kita yang merasa kita tak butuh Tuhan padahal setiap detik kita menikmati apa yang Dia punya? – atau sadarkah bahwa ketika kita menuntut keadilan atas masalah kita – bukankah tidak pernah adil bagi Tuhan untuk turun kedunia dan menebus hidup kita agar kita boleh hidup dengan harapan?
Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. (LUK 15 : 13)
Seperti perumpamaan di atas, walaupun dengan hati yang sedih bapa tersebut tetap memberikan apa yang anaknya minta karena begitu besarnya kasih bapa itu pada anak itu. Dan seperti yang difirmankan dalam 1 Yohanes 4 : 8 (Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.) – Terlebih karena Tuhan adalah kasih itu sendiri, Bukankah Dia selalu memberikan pertolongan walaupun seringkali kita selalu mengecewakannya? Tapi bukankah setiap kita mendapat pertolongan itu – kita bersyukur – tapi ketika badai lain datang, kita kembali menuntut Tuhan? Coba ingat setiap pertolongan Tuhan yang sudah diberikannya untukmu setiap kali anda berseru.
Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai melarat. Lalu ia pergi bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya. (LUK 15 : 14 – 16)
Walaupun Tuhan Yesus tetap akan memberikan pertolongannya walaupun seringkali kita mengecewakanNya, tapi kita akan berdarah-darah dalam menjalani hidup kita ketika kita memintanya atas dasar marah / kecewa / memaksa, karena hati kita masih dikuasai oleh emosi – dan ingat itu bukanlah karena kebaikan mu atau tuntutanmu tapi hanya oleh Kasih dan Kemurahan Hati Tuhan Dia menolong kita. Si anak ini bukan saja meminta “hak”nya secara paksa tapi juga menjualnya (menjual pusaka warisan Israel adalah hal yang tidak patut dilakukan pada masa itu) dan bahkan melupakan semuanya dan hidup tidak benar. Dan si anak ini pun berdarah-darah menjalani hidupnya.
Jangan salah artikan bahwa kita bebas menuntut karena ingat Tuhan tidak membiarkan diriNya dipermainkan! Tapi berdoalah seperti firman di Filipi 4 : 6 (Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga , tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah r dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.)
Seringkali doa kita tidak dijawab bukan karena Tuhan tak sanggup dan terlebih bukan karena Tuhan tak mau, karena Dia itu tidak pernah menolak satupun permohonan dalam Alkitab, tidak akan pernah ktia temukan perikop atau ayat yang menyatakan Tuhan Yesus menolak orang yang datang padaNya. Bukankah semuanya di sembuhkan dan dilepaskan? Tuhan tidak berubah dahulu sekarang dan selamanya, bukan? Tapi seringkali karena hati kita yang belum siap, hati kita yang masih salah. Dan Tuhan tidak ingin ketika Tuhan memberikan mujizatNya dengan hati kita belum siap pada akhirnya ketika roh jahat itu melihat hati yang masih salah dia mengajak 7 roh lainnya yang lebih jahat dan akhirnya keadaan kita semakin parah.
Tuhan belum menjawab doamu karena Dia menunggu hati mu siap agar keadaan mu kedepan tidak bertambah parah! Dan belajarlah bahwa jawaban doa dari Tuhan itu tidak selalu sesuai dengan yang kita inginkan tapi percaya saja Dia selalu memberikan yang terbaik. He knows!
“lalu ia menyadari keadaannya, katanya : Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku disini mati kelaparan.” (LUK 15 :17)
Si anak ini ketika jatuh melarat meletakkan “Bapanya” pada opsi terakhir – dia berusaha mencari solusi dengan kekuatan sendiri – dia mencari pertolongan pada orang lain tanpa berlari kepada sumbernya yaitu bapanya dahulu.
Selama kita didalam pergumulan, mata kita dibutakan oleh segala masalah di hadapan kita. Dan si anak ini tersadar maka dia ingat akan bapanya. Ketika kita dalam pergumulan, jangan lari kepada orang lain dulu, jangan hadapi dengan kekuatan sendiri, tapi larilah pada Bapamu – kembali padaNya, jadikan Bapa mu opsi pertama! bukan cadangan ketika tidak ada lagi pertolongan. Tapi letakkan Dia dalam segala hal.
“Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya : Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.” (LUK 15 : 18 – 19)
Perhatikan bagaimana si anak menyusun kata-katanya sedemikian rupa untuk memohon pengampunan pada bapanya, dia mulai tersadar dan merasa tidak layak, dia bahkan rela menjadi orang upahan bapanya. Tapi jika kita sebagai bapanya, bukankah kita berfikir bahwa anak ini durhaka dan bahkan tidak pantas dia kembali menjadi upahan? Tapi kita bisa lihat betapa besar kasih Bapa di ayat berikutnya.
“Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.” (LUK 15 : 20)
Si bapa ini bahkan tidak membiarkan si anak mengatakan segala kata-kata yang telah disusunnya dan langsung memeluk dan mencium nya? Bahkan si bapa yang berlari mendapatkan si bungsu, bukan sebaliknya.
Terlebih Bapa kita yang adalah kasih! Percayalah seberapa jauh kita sudah terhilang tanganNya selalu terbuka dan hanya cukup hati kita mau berbalik bahwa Dia akan lari mendapatkanmu dan merangkulmu! Tak dibutuhkan banyak kata-kata, Dia sudah mengampunimu! Hanya butuh hati yang berani untuk mau kembali, Dia tidak akan menghakimi seperti bapa dalam firman ini – dia tidak menghakimi terlebih mensyukuri apa yang terjadi, tapi dengan kasih Dia akan merangkulmu.
“Kata anak itu kepadanya : Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.” (LUK 15 : 21)
Pengampunan Tuhan itu tidak bersyarat, Dia tidak akan menyuruhmu untuk melakukan hal-hal bodoh untuk kembali padaNya, karena Dia menunggumu dan telah mengampunimu. Tapi apakah kata-kata pertobatan itu perlu? tentu! Sepasang suami istri tetap saling mencintai dan tidak akan bercerai ketika bermasalah, tapi bukankah kata “sorry” itu tetap diperlukan untuk memperbaiki hubungan mereka?
“Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya : Lekaslah bawa kemari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelilah dia dan marilah makan dan bersukacita. Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.” (LUK 15 :22 – 24)
Ayat ini indah, bukan saja bapa itu tidak menghukumnya, dia menerimanya, bukan saja dia tidak menjadikan anaknya orang upahan untuk membayar segala kesalahannya – walaupun warisan yang menjadi haknya telah diberikan semua sehingga seharusnya si bungsu tidak lagi memiliki bagiannya – tapi bapa ini tetap menambahkan dan menyediakan yang terbaik dan memelihara hidupnya.
Ketika kamu mulai merasa terhilang dan jauh dari Bapa, kembalilah panggil namaNya dan percayalah Dia akan menyediakan dari yang tidak ada menjadi ada bagimu.
“Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. Jawab hamba itu : Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatkannya kembali dengan sehat. Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya : Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang memboroskan harta kekayaan bapa bersama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia. (LUK 15 : 25 – 31)
kata ayahnya kepadanya ” Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.” (LUK 15 : 32)
Seringkali si sulung juga menggambarkan diri kita. Seringkali kita menganggap Tuhan tidak adil, kita membanding-bandingkan berkat Tuhan bagi orang lain dan diri kita. Sadarkah bahwa segala yang kita miliki adalah milik Tuhan? Coba kita lihat si sulung – dia berfikir bahwa bapanya tidak adil – mungkin sekilas terlihat seperti itu – tapi coba lihat bukankah bapanya berkata segala yang dimiliki bapanya adalah miliknya juga, bukankah justru selama ini dia bisa menikmati semuanya dengan bebas ? dia bisa saja menyembelih lembu dengan sahabat-sahabat nya, tanpa harus menunggu bapanya menyembelihkannya untuknya.
Sayang kan jika selama ini kita tidak menyadari kasih Tuhan akan hidup kita? Sehingga kita tak menikmati setiap berkatNya di sekeliling kita yang sudah Dia sediakan, Padahal Dia sangat mengasihi setiap anakNya. Ketika kita tidak menyadari kasih Nya, kita menjadi orang yang suka iri, tidak pernah puas, dan selalu menyalahkan Tuhan.
Yang bisa kita pelajari dari si sulung adalah, kita harus belajar menikmati segala kasih karunia Bapa, renungkan kasih Tuhan bagi hidup kita selama ini. Jangan membanding-bandingkan dengan orang lain karena Tuhan bekerja berbeda pada setiap orang tapi itu tidak merubah kasihNya pada setiap orang. Dia mengasihi kita dan orang lain itu FULL sama tapi dengan cara yang berbeda-beda. Tidak ada hak istimewa dalam Tuhan. Ketika kita melihat berkat orang lain, kita lupa melihat proses Tuhan dalam hidupnya untuk mendapat berkat itu.
Seringkali kita hanya ingin berkatNya tanpa mau prosesNya.
_______
Anda bisa membaca kesaksian saya menghadapi kemustahilan disini :
KESEMBUHAN ECZEMA AKUT : KESAKSIAN MUJIZAT KESELAMATAN DAN KESEMBUHAN