Melanjutkan dari topik kita seputar 4 Musim Pernikahan menurut buku The 4 Seasons Of Marriage, hari ini kita lanjutkan ke strategi yang bisa kita terapkan untuk memulihkan sebuah pernikahan yang hanpir kandas atau sekedar untuk menjaga keharmonisan pernikahan yang sudah tercipta. Ingat bahwa musim itu bisa berganti dan adalah sebuah siklus. Dibutuhkan pengorbanan untuk bisa tetap tinggal di musim semi atau panas, Baca tulisan sebelumnya disini,
Sebelum kita masuk ke strategi di atas, ada 1 fakta yang harus kita sadari bahwa kita tidak bisa merubah orang lain tanpa terlebih dahulu merubah diri kita sendiri. Jadi dalam program ini, kita harus cukup berbesar hati untuk merubah diri kita sebelum mengharapkan perubahan pada pasangan kita.
Strategi 1 : Deal with your past failures
Suka tidak suka, kita harus menyadari satu fakta dimana dibutuhkan kegagalan kedua belah pihak sehingga sebuah rumah tangga hancur. Ada kontribusi dari suami maupun istri di dalamnya. Dan sebelum melakukan strategi lain, kita ingin terlebih dahulu fokus pada “kontribusi” apa yang sudah kita lakukan dan berikan sehingga rumah tangga kita menuju ke musim dingin.
Tantangan 1 : Ambil secarik kertas lalu tuliskan segala kegagalan yang kita yang mengecewakan bagi pasangan kita. Contoh : jika kita istri, ngomong suka ketus. Suka tidak menghargai suami saat berbicara, dll. Jika dirimu tidak bisa menemukan kegagalan sendiri karena merasa yang mengagalkan hubungan mu adalah pasanganmu, maka bertanyalah pada anak atau orang tua atau sahabat yang tahu kondisi rumah tangga mu, di titik mana kamu sudah menggagalkan pasangan mu.
Tulislkan semua dalam secarik kertas, Lalu doakan, minta ampun pada Tuhan akan semua kesalahan kita ini dan say sorry pada pasanganmu. YES! Tidak peduli apa responnya, apakah dia akan merasa benar, tapi kita secara sadar tahu kesalahan kita, dan kita tidak ingin “berhutang”, kita harus bersihkan kegagalan kita dengan mengkonfrontasikannya.
Strategi 2 : Choose a winning attitude
Ada 2 respon yang selalu merupakan pilihan dalam semua hal. Yaitu respon negatif atau positif. Dan disini kita ingin belajar untuk selalu memilih respon positif.
Tantangan 2 : Jika di tantangan 1 kita menuliskan kegagalan kita sendiri maka di tantangan kedua kali ini, Tuliskan semua kegagalan dari pihak pasanganmu. I know it probably wouldn’t fit a paper! Lalu tidak berhenti disana, setelah semua lengkap, CARI sisi positif dalam setiap kegagalannya ini.
contoh : suami suka cuek tidak mau membantu urusan anak. Positifnya : aku jadi bisa lebih punya banyak waktu bersama anak dan lebih dekat, punya bonding yang lebih kuat.
Strategi 3 : Perkatakan bahasa kasih pasanganmu
Setiap orang memiliki bahasa kasihnya masing-masing dan biasanya pasangan suami istri memiliki bahasa kasih yang berbeda-beda. Untuk itu, memang kita merupakan perpaduan untuk saling melengkapi. Misal sang suami yang memiliki bahasa kasih “sentuhan fisik” tidak akan mengerti saat sang istri menuntut quality time (dimana sang istri memiliki bahasa kasih quality time).
Ketika kita tidak mengerti bahasa kasih pasangan kita, yang terjadi adalah kita merasa pasangan kita tidak cinta karena tidak pernah mau melakukan bahasa kasih kita, dan demikian sebaliknya dengan pasangan kita.
Cek bahasa kasih masing-masing disini.
Tantangan 3 : Selanjutnya, COBA dan USAHAKAN lah untuk melakukan bahasa kasih pasanganmu setiap hari. Contoh, suami saya memiliki bahasa kasih act of service. Untuk itu saya kini selalu berusaha untuk melayani lebih dengan mengambilkan nasi, menyimpan sayuran saat malam hari kedalam kulkas, menolongnya dalam melakukan sesuatu, dll.
Saat kita melakukan bahasa kasih pasangan kita, percayalah bahwa secara perlahan, pasangan kita pun akan melakukan hal yang sama.
Strategi 4 : Develop the awesome power of emphatetic listening
Setiap orang suka di dengar. Namun seringkali, akibat “noise” disekitar kita seperti gadget, dsb, membuat kita mendengar sambil lalu,.
Emphatetic listening merupakan teknik mendengarkan hingga kita tahu apa yang menjadi maksud pasangan kita, apa yang dirasakannya dan apa yang dipikirkannya saat mengatakan hal tsb.
Tantangan 4 : Terapkan hukum no gadget saat makan bersama di meja makan, saat berbicara pada pasangan dan cobalah untuk menerapkan emphatetic listening.
Strategi 5 : Discover the joy of helping your spouse successÂ
Bukankah sesuatu yang membanggakan saat kita menjadi seseorang yang ada dibalik kesuksesan pasangan kita?
Be supportive! Saat pasangan kita jatuh, janganlah kita tibanin tangga dengan merendahkannya, mengutuknya tapi justru topang pasangan kita agar bisa bangkit dan berhasl.
Tantangan 5 : Help your spouse today!
Strategi 6 : Maximize your differences
Belakangan ini kita sering mendengar beberapa artis yang bercerai dengan alasan “tidak ada kecocokan lagi”, tentunya yang dimaksud disini adalah masalah adanya perbedaan. Namun jika di tilik kembali, sebelum menikah, tentunya kita sudah tahu bahwa kita merupakan dua manusia yang berbeda.
Perbedaan akan selalu ada. Ini adalah hal yang wajar. Yang perlu kita belajar selalu lakukan adalah jangan jadikan perbedaan itu suatu masalah, tapi justru jadikan perbedaan itu suatu aset.
Contoh, Suami saya merupakan orang yang slow, alias dalam bekerja biasanya dia menikmati kelamaannya (menurut saya). Sedangkan saya adalah orang yang cepat, buru-buru dan ingin semuanya terselesaikan dengan baik. Hal ini seringkali bisa membuat beberapa percikan api saat kami harus bekerja sama.
Setelah membaca buku ini, saya mulai menghargai perbedaan ini dan menjadikanny aset dengan cara, segala pekerjaan yang butuh detail, saya serahkan kepada suami untuk dia kerjakan. Sedangkan segala pekerjaan yang butuh kecepatan, saya lakukan sendiri.
Bersama-sama, perbedaan dapat kita manfaatkan menjadi senjata saling melengkapi yang kuat dalam rumah tangga
Tantangan 6 : Tuliskan perbedaan kalian pada secarik kertas dan tuliskan juga bagaimana kamu bisa menjadikan perbedaan itu sebuah aset.
Strategi 7 : Implement the power of positive influence
Setiap orang adalah seorang influencer paling tidak bagi 1 orang. Misal, anak kita. Tentunya kita sering melihat bagaimana anak kita mencontoh segala yang kita lakukan bukan?
Inilah hukum positive influence.
Segala hal positif dan kebaikan yang kita lakukan AKAN mempengaruhi suami kita. Perlahan demi perlahan, pasangan kita akan menyadari hal tersebut dan akhirnya berubah.
Untuk itu dari awal sudah dijelaskan bahwa, kita tidak dapat merubah orang lain tanpa terlebih dahulu merubah diri kita sendiri.